Jumat, 10 Desember 2010

2011 Pendidikan anti korupsi masuk Kurikulum

Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengatakan, materi antikorupsi mulai 2011 bakal masuk kurikulum atau silabus mata pelajaran untuk semua siswa di sekolah. Namun materi antikorupsi itu bukan satu mata pelajaran khusus, namun masuk ke setiap mata pelajaran.

Penerapan pembelajaran antikorupsi ini sebagai upaya mengikis budaya korupsi. Tidak hanya dilakukan melalui penegakan hukum tapi bisa juga melalui pembelajaran di dunia pendidikan Indonesia dengan memasukan kurikulum dari tingkat pra sekolah hingga perguruan tinggi. Untuk itu Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggagas materi pembelajaran antikorupsi tersebut yang akan diterapkan pada 2011 ini.


Pendidikan antikorupsi itu nantinya akan menitik beratkan pada pembangunan kultur sekolah dan perguruan tinggi antikorupsi, baik dalam keseharian maupun birokrasi sekolah.

Wacana Kemendiknas bersama KPK ini dinilai pengamat pendidikan dan siswa di Sumatera Utara sebagai upaya meminimalisir budaya korupsi yang makin memprihatinkan. Sedangkan di Sumut menduduki ranking ke tiga di Indonesia.

Pembelajaran Sejak Dini
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Drs H Syaiful Syafri MM mengaku menyambut baik rencana Kemendiknas bersama KPK tersebut. Menurutnya, jika itu kebijakan, maka seluruh daerah harus mengikutinya, sebab apa yang disampaikan Mendiknas karena sudah melalui kajian.


"Jika dinilai memenuhi standar pendidikan, tidak salah pembelajaran antikorupsi itu dimasukkan dalam kurikulum. Hal itu penting sebagai upaya memberikan pendidikan antikorupsi sejak dini," kata Syaiful Syafri kepada Global, Jumat (10/12).


Dijelaskan Syaiful, program antikorupsi juga telah diterapkan di tubuh karangtaruna di Sumatera Utara dengan memberlakukan kantin kejujuran yang merupakan kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.


"Karangtaruna justru sudah mensosialisasikan dan menerapkannya kepada generasi muda melaui kantin kejujuran di sekolah-sekolah di Kabupaten dan Kota di Sumut dengan pihak Kejaksaan," kata Syaiful.

Diimplementasikan
Rektor Universitas Negeri Medan Prof Syawal Gultom mengatakan, rencana yang disampaikan Mendiknas itu sebenarnya sudah diterapkan sejak Sekolah Dasar (SD).


"Konsepnya sudah diajarkan terhadap berbagai mata pelajaran PPKn, agama, sejarah maupun semua mata pelajaran secara langsung sudah ada diberlakukan, hanya saja perlu penguatan dalam mengimplementasikannya di kurikulum," kata Syawal Gultom.


Menurutnya, pendidikan antikorupsi itu harus diajarkan dari keteladanan yang dicontohkan oleh guru dan semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, tahun 2011 ini harus dimulai suasana kampus dan sekolah dengan suasana antikorupsi.


"Pihak kampus dan sekolah mendorong agar pendidikan harus bersih baik melalui absensi maupun pemberian nilai kepada siswa dan mahasiswa. Baru kita siapkan antikorupsi," kata Syawal.


Syawal tidak menampik budaya korupsi sudah ada sejak di sekolah maupun di perguruan tinggi baik dari siswa, mahasiswa dengan menyontek. Demikian pula halnya dengan guru dan dosen memberikan nilai baik yang tidak dipungkiri karena ada suatu faktor nya.


Jangan Latah-latahan
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof Syafaruddin Kallo SH.MHum mengatakan, adanya program pembelajaran anti korupsi terhadap siswa SD hingga mahasiswa yang diprakarsai Mendiknas dan KPK, merupakan suatu hal yang baik untuk mendidik anak-anak sejak dini tentang melawan korupsi.
"Saya mendukung program tersebut. Namun hendaknya jangan hanya sekedar 'latah-latahan' atau gagah-gagahan semata memberikan pelajaran anti korupsi, jika tidak diiringi dengan tindakan dan penerapannya oleh para pejabat pembuat keputusan," tegas Prof Syafaruddin Kallo.


Menurut Kallo, jika ingin memberikan pendidikan sejak dini tentang melawan korupsi, maka pemegang kekuasaan itu harus pro aktif dan tegas dalam penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, jangan melakukan tebang pilih. Sebab, jika dalam pengimplementasiannya masih terjadi kebobrokan di berbagai tempat, maka program itu bukan saja hanya sia-sia, tapi juga menimbulkan ketidakpercayaan hukum di mata para pelajar dan mahasiswa itu.


"Itu akan lebih berbahaya lagi, karena mereka sudah mempelajari tentang tindakan hukum bagi pelaku korupsi, tapi kenyataannya di lapangan tidak sesuai dengan yang mereka peroleh. Kondisi ini justru dikhawatirkan munculnya sikap sepele terhadap hukum di negara ini," ujarnya.

Tambah Beban
Sementara itu Kepala SMA Harapan 1 Medan Sofyan Alwi juga sependapat dengan Prof Syafaruddin Kallo yang menyatakan mendukung program pembelajaran anti korupsi bagi pelajar dan mahasiswa.


Menurutnya, anak-anak harus tahu tentang masalah melawan korupsi sejak kecil, agar tidak akan menjadi koruptor-koruptor baru jika mereka nantinya sebagai pemegang kekuasaan baik di instansi pemerintahan, BUMN maupun di swasta.


Namun yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana program pelajaran itu tidak menambah beban kurikulum siswa yang saat ini sudah cukup padat.


Untuk mengantisipasi agar para siswa jangan terbebani pada penambahan pelajaran itu, dapat dilakukan dengan memasukkannya pada pelajaran etika, ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
"Jika nilai-nilai Pancasila diimplementasikan secara benar dan sesuai dengan UUD 1945, saya yakin tidak akan ada yang melakukan korupsi," kata Sofyan.

Diragukan
Sedangkan menurut Rizka Arafiyani, siswa SMA Negeri 5 Medan, pendidikan antikorupsi memang penting sebagai upaya mencegah para generasi muda terpengaruh dengan budaya korupsi yang semakin parah.
Namun dia meragukan hal itu bisa diterapkan kepada para siswa maupun mahasiswa. Sebab tidak bisa dipungkiri kenyataan contek-menyontek sudah membudaya di sekolah.


Rizka juga menyebutkan, masih ada oknum guru yang bisa "dibayar atau disuap" agar memberikan nilai bagus kepada siswanya. Karena itu jika pemerintah hendak memberlakukan kebijakan memasukkan antikorupsi dalam kurikulum, terlebih dulu membersihkan pejabat di lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar